
"Kuota siswa kurang mampu ini harus terpenuhi dan dibebaskan dari SBPP. Dan, kepala sekolah jangan coba-coba untuk memungut SBPP dari siswa kurang mampu," ujar Anggota Komisi D DPRD Kota Malang Sutiaji, di Malang, Senin (23/5/2011).
Politisi dari PKB tersebut menegaskan, pihaknya akan turun langsung ke lapangan untuk memantau pelaksanaan penerimaan siswa baru (PSB), termasuk pungutan untuk SBPP bagi siswa kurang mampu. Jika terbukti ada kepala sekolah masih memungut SBPP kepada siswa kurang mampu, kata Sutiaji, pihaknya akan langsung memangggil kepala sekolah bersangkutan beserta Kepala Dinas Pendidikan Nasional (Kadiknas) Kota Malang. Oleh karena itu, lanjutnya, peraturan wali kota (Perwali) yang mengatur SBPP tersebut disahkan sebelum PSB berlangsung, agar bisa dijadikan acuan (payung hukum) bagi anggota dewan dalam melakukan pengawasan proses PSB.
Ia mengakui, untuk kemajuan pendidikan tidak bisa lepas dari partisipasi wali murid. Namun, bukan berarti partisipasi itu dipukul rata atau berlaku bagi seluruhnya, karena masih ada masyarakat kurang mampu dan mereka juga berhak untuk mendapatkan pendidikan memadai, tak terkecuali di sekolah yang bagus.
Sementara itu, kuota untuk siswa baru di SMA negeri juga dikurangi. Jika sebelumnya rata-rata rombongan belajar (rombel) per kelas bisa 40-42 siswa, sekarang maksimal hanya 34-36 siswa. Hal itu berdampak pada semakin ketatnya persaingan PSB di sekolah negeri terutama di sekolah-sekolah favorit, apalagi kuota untuk siswa baru dari luar kota tetap 10 persen, dengan catatan memenuhi syarat nilai ujian nasional (NUN)-nya. Pada PSB 2010/2011, nominal SBPP di SMA Negeri berstatus Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) rata-rata mencapai Rp 5 juta.
No Response to "DPRD Setuju, Sumbangan RSBI Rp 7,5 Juta"
Post a Comment