Siswa Kurang Mampu Dimintai Rp 2 Juta

Categories:

Para anggota Komisi D DPRD Kota Malang saat sidak PSB di SDN Tunjungsekar 1 dan SMKN 5 Kota Malang, Jawa Timur, Selasa (14/6/2011) terkait siswa miskin diminta Rp 5 juta.
MALANG, KOMPAS.com — Slogan sekolah gratis hanya isapan jempol belaka. Pada penerimaan siswa baru di Malang, Jawa Timur, siswa dari keluarga kurang mampu masih dimintai biaya Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta. Biaya itu untuk sumbangan biaya pengembangan pendidikan (SBPP).
Orangtua siswa mengeluhkan hal itu kepada Komisi D DPRD Kota Malang. Mendapat laporan itu, Selasa (14/6/2011), anggota Komisi D langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sekolah yang dikeluhkan.
Anggota Komisi D DPRD Kota Malang yang melakukan sidak antara lain Tri Yudiani, Sutiaji, dan Lookh Mahfudz. Mereka pertama sidak ke SDN Tunjungsekar 1, lalu ke SMKN 5 Kota Malang.
Di SDN Tunjungsekar, orangtua calon siswa mengadu bahwa mereka dimintai biaya SBPP oleh pihak sekolah sebesar Rp 3,5 juta. Ketika ada orangtua murid yang meminta keringanan, pihak sekolah malah meminta agar mereka membayar SBPP yang kemudian menjadi Rp 5 juta.
Menurut Lookh Mahfudz, penerimaan siswa baru pada tahun ini di Kota Malang dinilai semrawut. Padahal, Komisi D berharap ada subsidi silang dalam penerimaan siswa tersebut. "Faktanya, masih ada pengenaan sumbangan kepada orangtua siswa miskin. Di SDN Tunjungsekar I,  siswa miskin masih dikenai sumbangan Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta," katanya.
Semestinya, Lookh Mahfudz mengungkapkan, siswa kurang mampu tetap harus gratis SBPP. "Kalau demikian, baru bisa menerapkan subsidi silang. Kalau masih diminta, itu bukan subsidi silang namanya," katanya dengan nada keras.
Melihat fakta hasil sidak itu, ketiga anggota Komisi D hanya bisa mengelus dada. Kesepakatan yang dibuat DPRD dengan Dinas Pendidikan ternyata tidak diberlakukan oleh kepala sekolah.
"Jujur saja, saya sangat menolak ketika peraturan wali kota (perwali) dicabut. Tidak adanya peraturan wali kota membuat tidak ada batasan terhadap sekolah untuk meminta pengajuan sumbangan kepada wali murid. Kami sendiri juga tidak punya kontrol sebab payung hukumnya tidak ada," tambah Sutiadji, politisi dari PKB, seusai sidak.
Kepala SDN Tunjungsekar I Anis Isrofin membantah informasi mengenai pungutan sebesar itu. Dari hasil penerimaan sebanyak 84 siswa, pihak sekolah tidak mempersulit terkait besaran SBPP.
"Buktinya dari pagu itu, ada 16 siswa miskin yang mendapatkan keringanan. Mereka diminta menyumbang ke sekolah sesuai dengan kemampuan wali murid. Tidak benar kalau ada pengaduan wali murid terkait besaran SBPP yang memaksakan sampai Rp 5 juta kepada wali murid," kilahnya.
Disinggung soal besaran SBPP, Anis mengatakan bahwa sumbangan tertinggi SBPP yang diberlakukan SDN Tunjungsekar I sebesar Rp 5,5 juta. Sumbangan ini sebenarnya melebihi patokan SBPP yang telah disepakati Dewan dengan Dinas Pendidikan. SBPP SDN Tunjungsekar I maksimal Rp 3 juta.
"Kami sudah konsultasi ke Dinas Pendidikan. Ternyata Perwali 2011 dicabut. Jadi, kami memberlakukan sumbangan tergantung kemampuan wali murid. Kebetulan tertinggi Rp 5,5 juta," katanya.
Anis mengatakan, pihaknya mengajukan SBPP kepada wali murid sebab sekolah membutuhkan biaya untuk perbaikan laboratorium bahasa yang kini dalam kondisi rusak. Biaya lainnya untuk perbaikan gedung.
Sementara itu, di SMKN 5, pihak sekolah menerapkan SBPP tertinggi sebesar Rp 3 juta. Penentuan biaya SBPP ini mengacu para rencana anggaran dan belanja sekolah (RABS).
"Apa yang dilakukan pihak sekolah di Kota Malang itu harus ditindak tegas. Kami akan panggil Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang. Ini jelas menyalahi aturan yang ada. SD sudah tegas, gratis untuk anak dari keluarga miskin," ucap Sekretaris Komisi D, Tri Yudiani.

Spread The Love, Share Our Article

Related Posts

No Response to "Siswa Kurang Mampu Dimintai Rp 2 Juta"

Post a Comment