SURABAYA: Panjangnya
mata rantai perdagangan sapi di dalam negeri mengakibatkan tidak ada
patokan harga daging ternak tersebut, sehingga memghambat percepatan
program swasembada daging.
Kusmartono, Dekan
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur,
mengatakan program swasembada daging dan sapi (PSDS) perlu didukung
dengan ketentuan harga dasar ternak tersebut di tingkat
pembudidaya/peternak.
Menurut dia,
matarantai perdagangan ternak sapi selama ini cukup panjang, dimana dari
peternak melewati blantik/makelar sapi, agen, rumah pemotongan hewan
(RPH), pedagang pengecer lalu konsumen. Para blantik dan agen banyak
menentukan harga.
Sedangkan di
negera-negara lain yang sistem perdagangan ternaknya sudah bagus, dari
peternak ke RPH lalu konsumen. Sehingga bisa ditetapkan standar harga
sapi.
“Peternak sapi di
dalam negeri sangat menguasai teknis pembudidayaan, tetapi tidak
didukung kebijakan harga berupa jaminan harga, maka usaha pembibitan dan
peternakan sapi kurang berkembang,” ujarnya di Surabaya, hari ini.
Hal itu diungkapkan
menjelang diselenggarakannya diskusi nasional bertema evaluasi dan
harapan program swasembada daging sapi dan kerbau tahun 2014. Acara
tersebut merupakan rangkaian even pameran industri peternakan Indo
Livestock 2011 di Surabaya pada 15 – 17 Juni.
Usaha pembibitan
sapi juga kurang mendapat dukungan dana kredit dari perbankan, maka
tidak banyak yang terjun ke sektor tersebut. Kondisi tersebut diperparah
dengan tidak terpantaunya kegiatan pemotongan sapi betina.
“Harus ada regulasi
atas sapi yang ditujukan ke RPH, dimana sapi betina yang masih produktif
seharusnya tidak boleh dipotong,” paparnya.(api)
No Response to "Program swasembada daging sapi terkendala distribusi"
Post a Comment