HARI SUSILO Ketua PGTTI Jawa Timur mengungkapkan kasus terbanyak terjadi di wilayah Kota/Kabupaten Gresik. Kasusnya pun bermacam-macam. PGTTI mengklasifikasikannya menjadi 7 jenis. Diantaranya tes wawancara yang kemudian menyatakan anak yang bersangkutan dianggap hiperaktif atau kurang normal. Padahal, sesuai aturan PP no 17 tahun 2010, sekolah tidak diperbolehkan memmberikan tes bagi calon siswanya.
Kasus lain adalah keharusan bagi siswa baru untuk membayar uang daftar ulang dalam jumlah tertentu, padahal mereka termasuk siswa yang tidak mampu. Akibatnya, calon siswa tersebut mengundurkan diri. Belum lagi keharusan membayar uang daftar ulang antara Rp 1-2 juta dengan alasan persiapan sekolah menjadi RSBI. Aturannya, uang tersebut baru boleh diminta ke siswa jika sekolah sudah menjadi RSBI.
Kasus terbanyak yang dialami yakni sebanyak 100 orang adalah pungutan liar iuran sekolah TK dan PSB SD yang rata-rata diatas Rp 1 juta. Bahkan di Malang Raya dan Kota Batu, ditemukan kasus oknum guru atau calo yang memasukkan calon siswa baru ke sekolah tertentu dengan menerima Rp 150 ribu -300 ribu. Mereka menggunakan formulir pendaftaran RSBI dengan harga khusus.
Menurut HARI, kasus-kasus tersebut menunjukkan Pemerintah belum memenuhi hak pendidikan warga negaranya dengan baik. “Seringkali menjadi kebijakan-kebijakan regional bahkan nasional yang mengatasnamakan mutu internasional untuk melegitimasi komersialisasi,” kata HARI dalam konferensi pers di LBH Surabaya, Kamis (19/05).
Akibatnya, banyak anak yang akhirnya tidak mendapatkan akses pendidikan yang bermutu, hanya karena tidak mampu. Berangkat dari kasus tersebut, PGTTI Jawa Timur menuntut Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mengevaluasi dan mengusut tuntas kasus yang muncul dalam pelaksanaan PSB, membuka ruang publik dalam berpartisipasi dan mengawasi kinerja birokrasi pendidikan dan membuat peraturan daerah khusus tentang penyelenggaraan pendidikan yang lebih berkeadilan dan manusiawi serta membantu kelompok masyarakat miskin dan marginal.(git)
No Response to "PGTTI Jatim Temukan 267 Kasus Diskriminasi dan Komersialisasi Pendidikan"
Post a Comment